Sumber gambar: google.com |
Secara bahasa berarti “doa untuk kebaikan”. Allah SWT berfirman :
103.
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan[658] dan mensucikan[659] mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah
Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.
Berdoa untuk mereka ( QS. At-taubah : 103)
Shalat secara istilah berarti perkataan atau perbuatan yang di
mulai denagn takbir dan di akhiri dengan salam, dengan syarat – syarat tertentu
ibadah ini di namakan shalat karena ia memuat doa.
Penamaan tersebut masuk
kategori majas ithlaqul jus iradatul kull
( menyebutkan sebagian namun yang di
maksud keseluruhan).
Sedangkan adalah Kewajiban shalat ditetapkan pada malam isra’,
sekitar lima tahus seebelum hijrah.
Demikian menurut kitab masyhur dalam kitab sirah. Dalam hadits ash-shahihain i
jelaskan bahwa “Allah telah mewajibkan kepada umatku pada malam isra’ limaa
puuh shalat, tapi aku terus menerus kembali dan memohon keringanan kepada Allah
sehingga shalat itu menjadi lima waktu dalam sehari semalam”.[1]
A.
Syarat – syarat wajibnya shalat
1.
Muslim. Jadi, shalat tidak di wajibkan kepada orang kafir, karena
di dahalukannya dua kalimat syahadat adalah syarat dalam perintah shalat,
berdasarkan dalil-dalil seperti berikut :
Sabda rasulullah shalallahu alaihi wa sallam
“ Aku di perintahkan memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa
tidak ada tuhan yang berhak di sembah selain Allah SWT, muhammad adalah utusan
membayar zakat.” ( muttafaqun alaih).
Sabda Rasulullah SAW kepada Muadz bin jabal Radhiyalahu anhu
“ maka ajaklah mereka agar mereka bersaksi bahwa tidak ada tuhan
selain Allah SWT dan bersaksi bahwa Muhammad SAW adalah utusan Allah. Jika
mereka taat kepadamu dalam hal tersebut, maka katakan kepada mereka bahwa Allah
SWT mewajibkan lima shalat kepada merwka dalam sehari semalam”. ( Diriwayatkan
al-bukhari ).[2]
2.
Berakal. Jadi shalat tidak di wajibkan kepada orang gila, karena
Rasulullah SAW bersabda :
رفع القلم عن ثلاثة : عن النا ئم حتى يستيقظ, وعن الصبي حتى يحتلم,
وعن المخنون حتى يعقل
“pena
diangkat dari tiga orang :dari orang tidur hingga ia bangun, dari ia anak kecil hingga ia bermimpi, dari orang gila hinga ia
berakal” (diriwayatkan
oleh abu dawud dan al-hakim yang
men-shohihkannya).
3.
Baligh. Jadi shalat tidak di wajibkan kepada anak kecilhingga dia
baligh, karena Rasulullah SAW bersabda sebagaimana sabdanya di atas.
Hanya
saja anak kecil tetap harus diperintahkan shalat agar dia menyukainya, karena
Rasulullah SAW beesabda :
مروا أولادكم بالصلاة
اذابلغوا سبعا, واضربوهم عليها اذابلغوا عشرا, وفرقوا بينهم في المضاجع
“
Suruh anak-anak kalianmengerjakan shalat jiak mereka mencapai usia tujuh tahun,
pukullah mereka jika tidak mengerjakannya pada usia tujuh tahun, dan pisahkan
mereka di kamar tidurnya.” (Diriwayatkan At-tirmidzi dan ia meng-hasan-kannya)[3]
4.
Waktunya telah tiba. Jadi shalat tidak di wajibkan sebelum waktunya
tiba, karena dalil-dalil berikut :
“
maka dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat adalah kewajiban yang di tentukan
waktunya atas orang-orang yang beriman.“ (An-nisa’ : 103)
#sÎ*sù ÞOçFøÒs% no4qn=¢Á9$# (#rãà2ø$$sù ©!$# $VJ»uÏ% #Yqãèè%ur 4n?tãur öNà6Î/qãZã_ 4 #sÎ*sù öNçGYtRù'yJôÛ$# (#qßJÏ%r'sù no4qn=¢Á9$# 4 ¨bÎ) no4qn=¢Á9$# ôMtR%x. n?tã úüÏZÏB÷sßJø9$# $Y7»tFÏ. $Y?qè%öq¨B ÇÊÉÌÈ
103.
Maka apabila kamu Telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di
waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu
Telah merasa aman, Maka Dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya
shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang
beriman.
5.
Bersih dari darah haid dan darh nifas. Jadi shalat tidak di
wajibkan kepada wanita yang sedang mengalami sa haid dan wanita.
C. Syarat sahnya
shalat
1.
Mengetahui masuk waktu. Shalat tidak sah bila seseorang yang
melaksanakannya tidak mengetahui secara pasti atau dengan persangkaanyang berat
bahwa waktu telah masuk, sekalipun ternyata dia shalat dalam waktunya. Demikian
juga orang yang ragu, shalatnya tidak sah, Allah SWT berfirman dalam surat
an-nisa’ ayat 103 yang artinya :
“ sesungguhnya shalat bagi orang-orang yang beriman mempunyai
ketentuan waktu ( QS an-nisa’ A.103 )”
2.
Suci dari hadas kecil dan besar. Penyucian hadas besar dengan
mandi. Nabi SAW bersabda yang artinya :
“ Dari ibnu umar r.a bahwa nabi SAW bersabda : Allah tidak menerima
shalat seseorang yang tidak suci. ( HR al-jama’ah kecuali al-bukhari )”
3.
Suci badan, pakaian, dan temat dari najis hakiki. Untuk keabsahan
shalat di absahkan shalat di syaratkan suci badan, pakaian dan tempat dari
najis yang tidak di maafkan, demikian menurut pendapat jumhur ulama’. Tetati
menurut pendapat yang masyhur dari golongan malaikiyyah adaah sunah mu’akad.
4.
Menutup aurat. Seseorang yang shalat di syaratkan menutup aurat,
baik sendiri dalam keedaan terang maupun sendiri dalam keedaan gelap. Allah SWT
berfirman dalam surat al-‘araf ayat 31 yang artinya :
“ Ambilah pakaian perhiasanmu pada setiap masjid ( shalat )”
5.
Menghadap kiblat. Ulama’ sepakat bahwa menghadap kiblat merupakan
syarat sahnya shalat. Allah SWT berfirman dalam surat al-baqorah ayat 150 :
“ dan walau darimanapun engkau keluar, maka hendaklah engkau
menghadapkan mukamu ke arah masjidil haram, dan walau dimanapun kamu berada,
maka hendaklah kamu hadapkan muka-mukamu ke arahnya “
Para ulama’ sepakat, bagi oarang yang menyaksikan menghadap ka’bah
wajib menghadap ka’bahnya sendiri dengan tepat.[4]
Akan tetapi bagi orang yang tidak menyaksikannya, karena jauh dari
kota mekkah, hanya wajib menghadapkan muka ke ka’bah, demikain menurut jumhur
ulama’. Sedangkan menurut syafi’i berpendapat mesti menghadapkan muka ke ka’bah
itu sendiri sebagaimana halnya orang yang berada di kota mekkah. Caranya mesti
di niatkan dalam hati bahwa menghadap itu tepat pada ka’bah.[5]
6.
Niat. Golongan hanafiyah dan hanabilah memandang niat sebagai
syarat shalat, demikian juga pendapat yang lebih kuat dari kalangan malikiyyah.
D. Rukun shalat
1.
Niat
2.
Berdiri tegak bagi yang berkuasa atau yang mampu
3.
Takbirratul ihram
4.
Membaca surah al-fatihah pada setiap rakaat
5.
Rukuk dengan tuma’ninah
6.
I’tidal dengan tuma’ninah
7.
Sujad dua kali denag tuma’ninah
8.
Duduk dengan antara bua sujud dengan tuma’ninah
9.
Duduk tahayat akhir dengan tuma’ninah
10.
Membaca doa tasahud akhir
11.
Membaca shalawat nabi pada tasahud akhir
12.
Membaca salam yang pertama
Rukun shalat :
Rukun shalat ada yang disepakati dan ada pula yang tidak disepakati
oleh para ulama. Rukun yang disepakati adalah :
a)
Takbiratul al-ihram,
yaitu membaca allahu akbar. Takbir
ini dinamakan dengan Takbiratul al-ihram karena setelah
mengucapkannya diharamkan bagi bagi orang yang shalat perbuatan perbuatan yang
bisa boleh dilakukan diluar shalat, seperti makan minum. Mengucapkan Takbiratul
al-ihram harus dengan berbahasa arab, tidak boleh dengan bahasa lain.
Nabi
SAW bersabda:
عن عليرضي الله عنه أنّ النبي صلى الله عليه وسلّم قال: مفتاح الصلاة
الطهور وتحريمها التّكبير ( رواهالدارم )
Dari ali r.a. bahwa nabi SAW bersabda: kunci shalat adalah suci
sedangkan ihram-nya adalah takbir. (HR Al-darimi).
b)
Berdiri pada shalat fardhu bagi yang sanggup. Tidak wajib berdiri
bagi orang yang lemah dan pada shalat sunnah. Nabi SAW bersabda:
عن عمران قال: كانت بي بواسيرفسألتا النبىّ صلّى الله عليه وسلّم عن
الصلاة,فقا ل: صلّ قا ئما فاءن لم يستطعفقا عدا, فاءن لم تستطع فعلى الجنب. ( روا
االجماعةوالحاكم )
Dari
‘imran dia berkata : aku kena penyakit bawasir (keluar dubur), lalu aku
bertanya kepada rasulullah SAW tentang shalat. Nabi SAW bersabda : shalatlah
dalam keadaan berdiri. Jika tidak sanggup maka duduk, jika tidak sanggup
pulamaka berbaaring. (HR Al-jama’ah dan Al-hakim)
c)
Membaca ayat al-qur’an bagi yang sanggup. Allah SWT berfirman :
فاقرءواماتيسرمنالقران
Maka
bacalah olehmu apa yang mudah dari ayat al-qur’an. (QS al-muzammil 20).
Nabi
muhammad SAW bersabda :
عن ابي هريرة ان النبي صلي الله عليه وسلم قال لا صلاة الا بقراة
Dari
abu hurairah bahwa nabi SAW bersabda : tidak (sah) shalat kecuali denga membaca
(al-qur’an). (HR Muslim).
Menurut
jumhur ulama’ yang menjadi rukun shalat ada membaca al-fatikhah. Nabi bersabda
:
قال النبي صلي عليه الله وسلم
لا صلاة لمن لم يقرا بفاتحة الكتاب
Nabi
SAW bersabda : tidak (sah) shalat bagi orang yang tidak membaca fatihah kitab
(al-fatihah). (HR ibn Hibban).
Menurut
abu hanifah, perintah membaca al-qur’an terpenuhi dengan membaca mana saja dari
al-qur’an yag dianggap mudah. Oleh karena itu shalat sah dengan membaca selain
surat al-fatihah. Adapun hadits yang diriwayatkan oleh muslim di atas tidak
dapat menghususkan hukum ayat di atas, karena status hadits tersebut ahad.
d)
Ruku’. Menurut bahasa ruku’ adalah condong atau bungkuk, dan
menurut syara’ adalah membungkukkan punggung dan kepala secara samaan sehingga
kedua tangan sampai ke lutut.sekurang-kurang ruku’ menyampaikan telapak tangan
ke lutut. Sedangkan sebaik-baiknya menyamaratakan punggung dengan kuduk secara
sempurna seakan-akan satu bidang datar. Allah SWT berfirman :
يا ايها الذين امنوا اركعوا واسجدوا واعبدوا ربكم
Hai
orang-orang yang beriman : ruku’lah, sujudlah kamu dan sembahlah Tuhanmu (QS
al-haj 77).
e)
Sujud dua kali pada setiap raka’at. Sekurang-kurang sujud adalah
meletakan sebagian kening ke tempat shalat dalam keadaan terbuka. Sedangkan
sujud yang paling sempurna adalah meletakan kedua tangan, lutut, telapak kaki
dan kening beserta hidung ke tempat shalat.
f)
Duduk terkhir sekedar membaca tasyahud. Bentuk duduk ini menurut
golongan hanafiyyah adalah duduk iftirasy, sama halnya dengan duduk yang
sebelumnya seperti duduk antara dua sujud. Menurut golonga malikiyyah sama
halnya dengan duduk tawarruk. Sedangkan menurut golongan syafi’iyyah dan
hanabilah, duduk yang terahir adalah duduk tawarruk dan duduk yang sebelumnya
duduk iftirasy. Duduk iftirasy adalah duduk dengan telapak tangan kakik kana
dalam posisi berdiri terbalik, sedangkan telapak kaki kiri berada di bawah
panggul (di duduki). Adapun duduku tawarrukadalah duduk dengan telapak kai
kanan dalam posisi terbalik sedangkan telapak kaki kiri di masukan ke bawah
kaki kanan.[7]
E.
Hal Hal Yang Membatalkan
Shalat
Hal Hal Yang
Membatalkan Shalat adalah:
1.
Bercakap cakap sekurang kurangnya terdiri dari dua huruf, walaupun
tidak mempunyai arti. Begitu juga satu huruf yang mempunyai seperti “qi”. Kata
kerja perintah dari “waqa” (menjaga). Tetapi jika satu huruf tidak mempunyai
arti, maka tidak membatalkan. Begitu juga suara yang terdiri dari huruf tanpa
maksud tertentu.
Mazhab Hanafi dan Hambali tidak membedakan hukum batal shalat
karena berbicara ini, baik pembicaraan itu di sengaja maupun lupa, keduanya di
anggap batal.
Sedangkan imam syafi’i dan maliki mengatakan shalat tidak batal
oleh perkataan yang di ucapkan karena lupa, kalau hanya sedikit sekiranya
shalat itu tetap di pelihara.
Imamiyyah mengatakan : seseorang yang sedang shalat wajib membalas
ucapan salam yang sama kalau sighotnya adalah salam, bukan selamat pagi atau
sejenisnya dan mereka mengsyaratkan agar ucapan salam itu harus sama, tanpa
perubahan. Jawaban bagi ucapan “ salamu ‘alaikum” harus tanpa alif lam juga,
sedangkan bagi ucapan assalamualaikum harus dengan alif lam.
2.
Setiapa perbuatan yang menghapuskan bentuk shalat maka ini hukumnya
membatalkan shalat, sekiranya bila di lihat orang seakan akan bukan dalam
shalat. Ini syarat yang di sepakati semua madzab.
3.
Makan dan minum
Ini semua telah di sepakati oleh semua ulama’ haya mereka
berselisih dalam hal kadar yang membatalkan.
Imamiyyah mengatakan : semua makanan dan minuman bisa membatalkan
shalat jika menghilangkan bentuk shalat itu atau menghilangkan salah satu
syarat shalat. Hanafi mengatakan bahwa setiap makan makanan dan minumam
membatalkan shalat walaupun hanya sebiji kismis dan seteguk air dan tidak
membedakan lupa ataupun sengaja.Syafi’i mengatakan bahwa semua makanan dan
minuman yang sampai ke ronga perut orang yag shalat, maka hukumnya membatalkan
shalat walaupun sedikit ataupun banyak. Hal ini bila seseorang itu melakukannya
dengan sengaja dan mengetahui akan keharamannya kalau ia tidak tau atau lupa
tidak membatalkan walaupun sedikit akan tetapi membatalkan kalau banyak.
Hambali mengatakan kalau makan atau miniman itu banyak, maka hukumnya
membatalkan shalat baik sengaja ataupun lupa, sedangkan kalau makanan atau
minuman itu sedikit hukumnya membatalkan kalau di sengaja dan tidak membatalkan
kalau lupa.
4. Apabila datang sesuatu yang membatalkan wudhu atau mandi, baik
dari hadas besar maupun kecil. Hal tersebut membtalkan shalat menurut pendapat seluruh
mazhab selain mazhab Hanafi, mereka mengatakan : shalat batal jika perkara
tersebut terjadi sebelum duduk terakhir sekadar bacaan tassyahud. Kalau
terjadi sesuadahnya dana sebelum salam, maka shalatnya tidak batal.[8]
DAFTAR PUSTAKA
Zuhaili Wahbah, 2010 fiqih imam syafi’i, jakarta almahira
jabir al-jazairi Abu bakar, 2000, minhajul
muslimin, jakarta darul falah.
al-daar al-mukhtar Al-hashkafi 1977 jilid
1, fi syarh tanwir al-abhsar, , al-asatanah.
assayuti,abu zakaria muhy al-din al-majmu’ syarf al-muhazzab
syarf al-din Al-nawawi.
bashori Imam 2009 bimbingan
ibadah shalat lengkap, surabaya penerbit mitra ummat.
Ritonga Dr. A.Rahman,M.A, Dr.
Zainuddin, 2002 Fiqih Ibadah, Jakarta Gaya Media Pratama, ,
Mughniyah Muhammad jawad 2009, fiqih lima mazhab, jakartalentera.
[1] Prof.DR. Wahbah Zuhaili, fiqih imam syafi’i, almahira, jakarta : 2010
hlm.213
[2] Abu bakar jabir al-jazairi, minhajul muslimin, darul falah, jakarta :
2000 hlm. 301
[3] Al-syaukani, op.cit,.hal.299
[4]Al-hashkafi, al-daar al-mukhtar fi syarh tanwir al-abhsar, jilid 1,
al-asatanah, 1977 hal. 398
[5] Al-nawawi, abu zakaria muhy al-din syarf al-din, al-majmu’ syarf
al-muhazzab, jilid III, hal 194, h. 212; al-sirazi.op.cit,.hal.68
[6] Imam bashori assayuti, bimbingan ibadah shalat lengkap, penerbit mitra
ummat, 2009 surabaya hlm :32
[7] Dr. A.Rahman Ritonga,M.A, Dr. Zainuddin, Fiqih Ibadah, Gaya Media
Pratama, 2002, Jakarta
[8] Muhammad jawad mughniyah, fiqih lima mazhab, lentera, 2009 jakarta.hlm
: 146-148.