Sumber : google.com |
Kaisar Romanus berangkat dalam satu pasukan besar
laksana gunung yang terdiri dari pasukan Romawi, Georgia (Azerbaijan) dan
Perancis.
Jumlah dan persenjataannya sangat kuat dengan 200.000 pasukan terlatih. Maka sang Sultan pun menggalang 20.000 pasukan Muslimin untuk mencegah datangnya penjajah.
Ketika sang Sultan yang digelari Singa Pemberani
ini melihat pasukan besar Bizantium, ia sempat gentar. Namun seorang ulama yang
bernama Abu Nashr Muhammad bin Abdul Malik al Bukhari menasihati sultan;
“Sesungguhnya engkau berperang dalam membela agama
yang Allah janjikan untuk menolongnya dan akan Allah menangkan atas semua
agama. Saya berharap Allah telah menuliskan kemenangan ini atas namamu. Maka hadapilah
mereka di jam-jam saat para khatib Juma’at sedang berdoa di atas mimbar, sebab
mereka berdoa untuk kemenangan kaum mujahidin.”
Ketika masuk hari Jumat, Sultan menjadi imam shalat
Muslimin. Ia menangis yang diikuti isak tangis mujahidin. Ia lalu berdoa dan
diaminkan oleh seluruh pasukan. Kemudian ia berkata lantang,
“Siapa yang ingin meninggalkan tempat ini, maka
tinggalkanlah. Sebab di sini, tidak ada seorang sultan yang menyuruh dan
melarang.”
Sultan mengambil busur, anak panah dan pedangnya.
Kuda pelana pun ia pasang sendiri di punggung kuda dan diikuti oleh seluruh
pasukan. Tidak ada lagi bayangan keindahan dunia yang tersemat di benaknya,
kemilau emas dan perak, wanita-wanita, istana yang asri dan tempat tidur yang
empuk. Yang terlintas di hatinya hanyalah bayangan kematian, bayangan bertemu
dengan Allah dan Rasul yang dirindukan. Lalu ia memakai pakaian putih-putih dan
bersumpah untuk berjuang hingga titik darah penghabisan sembari berkata,
“Jika saya terbunuh, maka inilah kafanku!”
Perang Manzikart
Detik-detik perang menentukan mulai berdetak, kedua
pasukan telah berhadap-hadapan. Sultan turun dari kudanya dan bersujud kepada
Allah, meminta kemenangan dari Yang Maha Pemberi Kemenangan. Maka berkobarlah
pertempuran dahsyiat yang dikenal sebagai Perang Maladzkird atau Manzikart.
Pertempuran Manzikart terjadi antara Kekaisaran
Bizantium dan tentara Saljuk pimpinan Alp Arslan pada 26 Agustus 1071 di dekat
Manzikart (kini Malazgirt, Turki, di wilayah Mus). Peristiwa ini berakhir
dengan salah satu kekalahan terburuk Kekaisaran Bizantium dan penawanan Kaisar
Bizantium Romanos IV Diogenes.
Perang yang menghenyakkan pasukan Romawi, karena
kemenangan justru diperoleh pasukan Muslimin yang jumlah dan peralatannya jauh
di bawah pasukan Bizantium. Keimanan, sekali lagi, telah membuktikan
kekuatannya yang tak terbatas.
Puluhan ribu pasukan Bizantium tewas, dan sang
Kaisar sendiri tertawan. Ketika ia dihadapkan pada Sultan Alp Arsalan, ia
ditampar tiga kali sambil berkata;
“Jika aku menjadi tawananmu, apa yang akan kau
lakukan terhadapku?”
“Pasti semua yang buruk-buruk.” Jawab Romanus.
“Lalu apa yang kuperbuat menurutmu?”
“Mungkin kau akan membunuhku dan kau giring aku di
negerimu, atau mengampuniku dan mengambil tebusan dariku dan mengembalikan aku
ke negeriku.”
“Tak ada yang aku inginkan kecuali mengambil
tebusan darimu.” Jawab Sultan.
Romanus menebus dirinya dengan harga yang sangat
mahal, yakni 150.000 dinar (atau 637.500 gram emas. Sekitar Rp 255 milyar
dengan asumsi 1 gram emas = Rp 400.000 rupiah). Lalu ia berdiri di hadapan
Sultan dan memberi minum padanya.
Sultan memberinya bekal 1.000 dinar untuk pulang
dan mengirim beberapa komandan pasukan untuk menjaga hingga selamat ke
negerinya. Sultan sendiri mengantarnya sejauh 4 mil dengan sebuah pasukan yang
membawa panji-panji bertuliskan ‘Laa ilaaha illALlah Muhammad Rasulullah,.(
Dalam Ibnu Katsir, al-Bidayah wal Nihayah 12/108). Semoga Bermanfaat.*
Penulis buku Panglima Surga. Twitter @nugrazee.
Blog www.nugrazee.blogspot.com