Sumber : google.com |
Asas dan
Landasan Jamaah Tabligh
Sifat Pertama: Merealisasikan Kalimat Thayyibah Laa
Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah Sifat Kedua: Shalat dengan Penuh Kekhusyukan dan Rendah Diri
Sifat ketiga: Keilmuan yang Ditopang dengan Dzikir
Sifat Keempat: Menghormati Setiap Muslim
Sifat Kelima: Memperbaiki Niat
Sifat Keenam: Dakwah dan Khuruj di Jalan Allah subhanahu wata'ala
Sifat Kelima: Memperbaiki Niat
Sifat Keenam: Dakwah dan Khuruj di Jalan Allah subhanahu wata'ala
1.
Tujuan Didirikannya Jamaah Tabligh
Tujuan didirikannya harakah ini tidak lain adalah dalam rangka
untuk meningkatkan keimanan manusia karena adanya dorongan karena telah melihat
begitu banyak kemunkaran ketika itu Muhammad Ilyas melihat mayoritas orang
Meiwat (suku suku yang tinggal dekat new delhi India) sangat jauh dari islam
berbaur dengan orangorang majusi yang menyembah para dewa dewa atau berhala
hindu dan bahkan bernama dengan nama mereka, serta tidak ada lagi keislaman
yang tersisa kecuali hany nama dan keturunan kemudian kebodohan yang kian
merata karena itu tergeraklah hati Muhammad Ilyas, ia pergi ke syekhnya dan
membicarakan ikhwl permasalahan itu. Atas nasehat dan arahan dari syekhnya ia
mendirikan gerakan tabligh.
Jamaah ini
dibangun di atas empat jenis tarekat sufi : Jistiyah, Qadiriyah, Sahrawardiyah,
dan Naqsyabandiyah. Di atas empat tarekat sufi inilah In’amul Hasan membaiat
para pengikutnya yang telah dianggap pantas untuk dibaiat.
2.
Kitab Rujukan Jamaah Tabligh
Syaikh
Tuwaijiri berkata : “Kitab yang paling top di kalangan tabligh adalah kitab
Tablighin Nishshab yang dikarang oleh salah seorang tokoh mereka yang bernama
Muhammad Zakaria Al Kandahlawi. Mereka sangat mengagungkan kitab ini
sebagaimana Ahlus Sunnah wal Jamaah mengagungkan Shahih Bukhari dan Shahih Muslim
serta kitab hadits lain.
BAB
1
PENDAHULUAN
Latar belakang
Jamaah Tabligh tentu bukan nama yang asing lagi bagi masyarakat
kita, terlebih bagi mereka yang menggeluti dunia dakwah. Dengan menghindari
ilmu-ilmu fiqh dan aqidah yang sering dituding sebagai 'biang pemecah belah
umat', membuat dakwah mereka sangat populer dan Jamaah Tabligh didirikan oleh
seorang sufi dari tarekat Jisytiyyah yang berakidah Maturidiyyah dan bermadzhab
fiqih Hanafi. Ia bernama Muhammad Ilyas bin Muhammad Isma'il Al-Hanafi
Ad-Diyubandi Al-Jisyti Al-Kandahlawi kemudian Ad- Dihlawi. Al-Kandahlawi
merupakan nisbat dari Kandahlah, sebuah desa yang terletak di daerah Sahranfur.
Sementara Ad-Dihlawi dinisbatkan kepada Dihli (New Delhi), ibukota India. Di
tempat dan negara inilah, markas gerakan Jamaah Tabligh berada. Adapun
Ad-Diyubandi adalah nisbat dari Diyuband, yaitu madrasah terbesar bagi penganut
madzhab Hanafi di semenanjung India. Sedangkan Al-Jisyti dinisbatkan kepada
tarekat Al-Jisytiyah, yang didirikan oleh Mu’inuddin Al-Jisyti.
Muhammad Ilyas sendiri dilahirkan pada tahun 1303 H dengan nama asli Akhtar Ilyas. Ia meninggal pada tanggal 11 Rajab 1363 H.[1]
Muhammad Ilyas sendiri dilahirkan pada tahun 1303 H dengan nama asli Akhtar Ilyas. Ia meninggal pada tanggal 11 Rajab 1363 H.[1]
Asy-Syaikh Saifurrahman bin Ahmad Ad-Dihlawi
mengatakan, ”Ketika Muhammad Ilyas melihat mayoritas orang Meiwat (suku-suku
yang tinggal di dekat Delhi, India) jauh dari ajaran Islam, berbaur dengan
orang-orang Majusi para penyembah berhala Hindu, bahkan bernama dengan
nama-nama mereka, serta tidak ada lagi keislaman yang tersisa kecuali hanya
nama dan keturunan, kemudian kebodohan yang kian merata, tergeraklah hati
Muhammad Ilyas. Pergilah ia ke Syaikhnya dan Syaikh tarekatnya, seperti Rasyid
Ahmad Al-Kanhuhi dan Asyraf Ali At-Tahanawi untuk membicarakan permasalahan
ini. Dan ia pun akhirnya mendirikan gerakan tabligh di India, atas perintah dan
arahan dari para syaikhnya tersebut.” (Nazhrah 'Abirah I’tibariyyah Haulal
Jama'ah At-Tablighiyyah.[2]
Merupakan
suatu hal yang ma’ruf di kalangan tablighiyyin (para pengikut jamah tabligh,)
bahwasanya Muhammad Ilyas mendapatkan tugas dakwah tabligh ini setelah
kepergiannya ke makan Rasulullah.[3]
BAB 1
PEMBAHASAN
3.
Asas dan Landasan Jamaah Tabligh
Jamaah
Tabligh mempunyai suatu asas dan landasan yang sangat teguh mereka pegang,
bahkan cenderung berlebihan. Asas dan landasan ini mereka sebut dengan
al-ushulus sittah (enam landasan pokok) atau ash-shifatus sittah (sifat yang
enam), dengan rincian sebagai berikut:
Ø Sifat Pertama: Merealisasikan Kalimat Thayyibah Laa
Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah
Mereka
menafsirkan makna Laa Ilaha Illallah dengan: “mengeluarkan keyakinan yang rusak
tentang sesuatu dari hati kita dan memasukkan keyakinan yang benar tentang dzat
Allah, bahwasanya Dialah Sang Pencipta, Maha Pemberi Rizki, Maha Mendatangkan
Mudharat dan Manfaat, Maha Memuliakan dan Menghinakan, Maha Menghidupkan dan
Mematikan”. Kebanyakan pembicaraan mereka tentang tauhid, hanya berkisar pada
tauhid rububiyyah semata.[4]
Adapun makna merealisasikannya adalah merealisasikan tiga jenis
tauhid; al- uluhiyyah, ar-rububiyyah, dan al-asma wash shifat[5]
Dan
juga sebagaimana dikatakan Asy-Syaikh Abdurrahman bin Hasan: “Merealisasikan
tauhid artinya membersihkan dan memurnikan tauhid (dengan tiga jenisnya, pen)
dari kesyirikan, bid’ah, dan kemaksiatan.” (Fathul Majid, hal. 75)
Ø Sifat Kedua: Shalat dengan Penuh Kekhusyukan dan
Rendah Diri
Asy-Syaikh
Hasan Janahi berkata: “Demikianlah perhatian mereka kepada shalat dan
kekhusyukannya. Akan tetapi, di sisi lain mereka sangat buta tentang
rukun-rukun shalat, kewajiban-kewajibannya, sunnah-sunnahnya, hukum sujud
sahwi, dan perkara fiqih lainnya yang berhubungan dengan shalat dan thaharah.
Seorang tablighi (pengikut Jamaah Tabligh, red) tidaklah mengetahui hal-hal
tersebut kecuali hanya segelintir dari mereka.”
Ø Sifat ketiga: Keilmuan yang Ditopang dengan Dzikir
Mereka
membagi ilmu menjadi dua bagian. Yakni ilmu masail dan ilmu fadhail. Ilmu
masail, menurut mereka, adalah ilmu yang dipelajari di negeri masing-masing.
Sedangkan ilmu fadhail adalah ilmu yang dipelajari pada ritus khuruj (lihat
penjelasan di bawah, red) dan pada majlis-majlis tabligh. Jadi, yang mereka
maksudkan dengan ilmu adalah sebagian dari fadhail amal (amalan-amalan utama,
pen) serta dasar-dasar pedoman Jamaah (secara umum), seperti sifat yang enam
dan yang sejenisnya, dan hampir-hampir tidak ada lagi selain itu.
Ø Sifat Keempat: Menghormati Setiap Muslim
Sesungguhnya
Jamaah Tabligh tidak mempunyai batasan-batasan tertentu dalam merealisasikan
sifat keempat ini, khususnya dalam masalah al-wala (kecintaan) dan al-bara
(kebencian). Demikian pula perilaku mereka yang bertentangan dengan kandungan
sifat keempat ini di mana mereka memusuhi orang-orang yang menasehati mereka
atau yang berpisah dari mereka dikarenakan beda pemahaman, walaupun orang
tersebut 'alim rabbani. Memang, hal ini tidak terjadi pada semua tablighiyyin,
tapi inilah yang disorot oleh kebanyakan orang tentang mereka.[6]
Ø Sifat Kelima: Memperbaiki Niat
Tidak
diragukan lagi bahwasanya memperbaiki niat termasuk pokok agama dan keikhlasan
adalah porosnya. Akan tetapi semuanya membutuhkan ilmu. Dikarenakan Jamaah
Tabligh adalah orang-orang yang minim ilmu agama, maka banyak pula kesalahan
mereka dalam merealisasikan sifat kelima ini. Oleh karenanya engkau dapati
mereka biasa shalat di masjid-masjid yang dibangun di atas kuburan[7]. (Jama’atut Tabligh Mafahim
Yajibu An Tushahhah, hal.
Ø Sifat Keenam: Dakwah dan Khuruj di Jalan Allah
subhanahu wata'ala
Cara
merealisasikannya adalah dengan menempuh khuruj (keluar untuk berdakwah, pen)
bersama Jamaah Tabligh, empat bulan untuk seumur hidup, 40 hari pada tiap
tahun, tiga hari setiap bulan, atau dua kali berkeliling pada tiap minggu. Yang
pertama dengan menetap pada suatu daerah dan yang kedua dengan cara
berpindah-pindah dari suatu daerah ke daerah yang lain. Hadir pada dua majelis
ta’lim setiap hari, majelis ta’lim pertama diadakan di masjid sedangkan yang
kedua diadakan di rumah. Meluangkan waktu 2,5 jam setiap hari untuk menjenguk
orang sakit, mengunjungi para sesepuh dan bersilaturahmi, membaca satu juz Al
Qur’an setiap hari, memelihara dzikir-dzikir pagi dan sore, membantu para
jamaah yang khuruj, serta i’tikaf pada setiap malam Jum’at di markas. Dan sebelum
melakukan khuruj, mereka selalu diberi hadiah-hadiah berupa konsep berdakwah
(ala mereka, pen) yang disampaikan oleh salah seorang anggota jamaah yang
berpengalaman dalam hal khuruj.
Asy-Syaikh
Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan berkata: “Khuruj di jalan Allah adalah khuruj
untuk berperang. Adapun apa yang sekarang ini mereka (Jamaah Tabligh, pen)
sebut dengan khuruj maka ini bid’ah. Belum pernah ada (contoh) dari salaf
tentang keluarnya seseorang untuk berdakwah di jalan Allah yang harus dibatasi
dengan hari-hari tertentu. Bahkan hendaknya berdakwah sesuai dengan
kemampuannya tanpa dibatasi dengan jamaah tertentu, atau dibatasi 40 hari, atau
lebih sedikit atau lebih banyak.
Asy-Syaikh Abdurrazzaq 'Afifi berkata: “Khuruj mereka ini
bukanlah di jalan Allah, tetapi di jalan Muhammad Ilyas. Mereka tidaklah
berdakwah kepada Al Qur’an dan As Sunnah, akan tetapi berdakwah kepada
(pemahaman) Muhammad Ilyas, syaikh mereka yang ada di Banglades (maksudnya
India, pen).[8]
4.
Tujuan Didirikannya Jamaah Tabligh
Tujuan
didirikannya harakah ini tidak lain adalah dalam rangka untuk meningkatkan
keimanan manusia karena adanya dorongan karena telah melihat begitu banyak
kemunkaran ketika itu Muhammad Ilyas melihat mayoritas orang Meiwat (suku suku
yang tinggal dekat new delhi India) sangat jauh dari islam berbaur dengan
orangorang majusi yang menyembah para dewa dewa atau berhala hindu dan bahkan
bernama dengan nama mereka, serta tidak ada lagi keislaman yang tersisa kecuali
hany nama dan keturunan kemudian kebodohan yang kian merata karena itu
tergeraklah hati Muhammad Ilyas, ia pergi ke syekhnya dan membicarakan ikhwl
permasalahan itu. Atas nasehat dan arahan dari syekhnya ia mendirikan gerakan
tabligh.
5.
Sesatkah Gerakan Jamaah Tabligh
Firqah
ini berdiri di India melalui usaha Muhammad Ilyas Al Kandahlawi, seorang
penganut tarikat sufiyah Naqsyabandiyah yang salah satu pemahaman yang amat
bahaya ialah apa yang dinamakan Wihdatul Wujud, yaitu keyakinan bahwa Allah
menyatu dengan hambaNya yang dicintaiNya bila hamba tersebut telah mencapai
tingkatan kewalian tertentu.
Kemudian
menyebar di India, Pakistan hingga menembus negeri-negeri Arab dan di sana
berdiri markas-markas mereka dan muncul para da’inya. Dan juga menembus
negeri-negeri non Islam. Pusat kepemimpinannya ada di kampung Nizamuddin di
kota Delhi. Dan dari sana juga bersumber segala perintah dan maklumat kelompok
ini.
Tidak
diragukan lagi bahwa jamaah tabligh adalah suatu kelompok dakwah yang telah
menyebar kemana-mana. Tapi sebenarnya bagaimana jamaah ini bila dilihat dengan
kacamata ajaran Islam. Kalau kita menengok sejarahnya, jamaah ini dirintis oleh
Muhammad Ilyas Ad Diobandi Al Jisti Al Kandahlawi kemudian Ad Dahlawi. Dia
adalah pendiri jamaah tabligh di India. Dia pula yang merancang dan merumuskan
ushulus sittah (enam dasar) ajaran jamaah tabligh. Ini dengan isyarat gurunya,
Rasyid Ahmad Kankuhi Ad Diobandi Al Jisti An Naqsyabandi dan Asyraf Ali At
Tanuhi Ad Diobandi Al Jisti.[9]
Kemudian
dilanjutkan gerakan ini oleh anaknya, Yusuf. Dan pimpinan mereka sekarang adalah
In’amul Hasan.[10]
Jamaah
ini dibangun di atas empat jenis tarekat sufi : Jistiyah, Qadiriyah,
Sahrawardiyah, dan Naqsyabandiyah. Di atas empat tarekat sufi inilah In’amul
Hasan membaiat para pengikutnya yang telah dianggap pantas untuk dibaiat.
Dari
sini telah nampak jamaah tabligh tidaklah mendasarkan pemahamannya kepada
pemahaman Salaf As Shalih sebagai dasar pemahamannya pasti sesat. Dan berikut
ini kita akan mendapatkan bukti nyata kesesatan mereka. Penampilan zuhud jamaah
tabligh telah menipu sebagian besar kaum Muslimin sehingga ketika ada orang
yang menyatakan bahwa mereka adalah kelompok yang sesat tiba-tiba terkejut
sambil berkata : “Apakah orang-orang yang zuhud seperti itu sesat dan salah.!”
Rupanya, orang-orang seperti ini tidak paham pokok dan dasar Ahlus Sunnah wal
Jamaah dalam menilai sesat atau tidaknya suatu kelompok tertentu. Mereka
mengukur baik dan buruk hanya dari segi penampilan luar tanpa melihat bagaimana
keadaan dalamnya.
6.
Kitab Rujukan Jamaah Tabligh
Syaikh
Tuwaijiri berkata : “Kitab yang paling top di kalangan tabligh adalah kitab
Tablighin Nishshab yang dikarang oleh salah seorang tokoh mereka yang bernama
Muhammad Zakaria Al Kandahlawi. Mereka sangat mengagungkan kitab ini
sebagaimana Ahlus Sunnah wal Jamaah mengagungkan Shahih Bukhari dan Shahih Muslim
serta kitab hadits lain.
Para
tablighi (orang tabligh) menjadikan kitab ini sebagai rujukan dan pegangan bagi
orang India dan Ajam yang mengikuti mereka. Di dalam kitab ini (Tablighin
Nishshab) berisi kesyirikan-kesyirikan, bid’ah-bid’ah, khurafat-khurafat, dan
hadits- hadits yang palsu dan lemah yang banyak sekali. Kitab ini sebenarnya
adalah kitab yang jelek dan jahat serta sarat dengan fitnah dan kesesatan.
Orang-orang tabligh menjadikannya sebagai rujukan untuk menyebarkan kebid’ahan-kebid’ahan
dan kesesatan mereka, melariskannya, dan memperindahnya kepada orang-orang yang
bodoh yang mereka (orang-orang tabligh -red) lebih sesat dari binatang ternak
Dan
termasuk juga yang mereka perindah adalah dengan mewajibkan ziarah ke kubur
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam setelah haji. Padahal dalam perkara itu
hanya bersandar dengan hadits-hadits yang palsu. Dan orang tabligh memiliki
kitab lain yang mereka jadikan sebagai pegangan dan rujukan para pengikut
mereka dari kalangan Ajam, India, dan selainnya yaitu kitab yang bernama
Hayatush Shahabah karya Muhammad Yusuf Al Kandahlawi. Kitab ini juga sarat
dengan hadits-hadits yang palsu dan lemah. Dan ini termasuk kitab yang jahat,
sesat, dan berisi fitnah.”[11]
7.
Persamaan Dan Perbedaan Dengan Ormas Lain
A.
Persamaan.
Adapun persamaan gerakan Jamaah Tabligh dengan oramas lain seperti
Hidayatullah adalah sama sama ingin menegakkan islam dimuka bumi ini dengan
tujuan yakni mendapat Ridho Allah dan tujuan didirikannya Jamaah Tabligh adalah
perbaikan mental umat muslim yang pada masa itu mengalami penurunan.
B.
Perbedaan.
Adapun perbedaan itu terletak pada konsep berdirinya sebuah gerakan
itu yakni mereka menggunakan beberapa landasan tertentuJamaah
Tabligh mempunyai suatu asas dan landasan yang sangat teguh mereka pegang,
bahkan cenderung berlebihan. Asas dan landasan ini mereka sebut dengan
al-ushulus sittah (enam landasan pokok) atau ash-shifatus sittah (sifat yang
enam).
Adapun dengan Hidayatullah berlandaskan atsa SNW
(Systemmatika Nuzulnya Wahyu) ayak dimuali dengan Surah Al-Alaq: 1-5 sebagai
konsep dasar dan dan disusul dengan surah lain seperti Al-Qolam, Al-Muzammil,
Al-Mudatsir, dan yang terakhir adalah Al-Fatihah. Dengan tujuan membangun
miniature miniature peradaban islam.
BAB III
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, kita telah dapat membuktikan
bahwa keluasan tatanan keilmuan dalam islam sehingga menghasilkan bergitu banyak
Grakan Islam lebih khususnya melahirkan sebuah gerakan yang dinamakan Jamaah
Tabligh yang pada dasrnya gerakan ini diilhami oleh sebuah realita umat islam
pada masa itu yang banya belum mengenal agamanya walaupun sudah berislam
berpuluh puluh tahun.
Khususnya pada
masa itu islam berkembang pesat pada saat Jamaah Tabligh berdiri Jamaah Tabligh
sangat terkenal dengan dakwah mereka yang langsung terjun kepada masyarakat dan
akhirnya dengan mudah mereka menyentuh hati para masyarakat. Sehingga gerakan
ini cepat tersebar di seluruh penjuru dunia.
Daftar Pustaka
- Aqwal Ulama As Sunnah fi Jama’atit Tabligh, hal. 6
- At Tuwaijiri Syaikh Hamud Al Qaulul Baligh fit Tahdzir min Jama’atit Tabligh hal: 24
- Abu Ibrahim Ibnu Sulthan Al-'Adnani Al-Quthbiyyah Hiyal Fitnah Fa’rifuha, hal. 10).
- Yusuf Muhammad Sawanih ,Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal; 2
- Thaliburrahman Sayyid, kitab Jama'atut Tabligh Aqa’iduha Wa Ta’rifuha, hal. 19
[1]Sawanih Muhammad Yusuf ,Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu An
Tushahhah, hal; 2
[2] Sayyid Thaliburrahman, kitab Jama'atut Tabligh Aqa’iduha
Wa Ta’rifuha, hal. 19
[3] Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal:3
[4] Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 4
[5] Abu Ibrahim Ibnu Sulthan Al-'Adnani (Al-Quthbiyyah Hiyal Fitnah
Fa’rifuha) , hal. 10).
[6] Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal.8
[7] Ibid hal,9
[8]Aqwal Ulama As Sunnah fi Jama’atit Tabligh, hal. 6
[9] Al Qaulul
Baligh fit Tahdzir min Jama’atit Tabligh oleh Syaikh Hamud At Tuwaijiri halaman
24
[10] Ibid hal 25
[11] Lihat Al Qaulul Baligh halaman 11-12