dakwatuna.com – Garis-Garis Kehancuran Para Pengkhianat Perang:
- Lebih cinta diri sendiri, keluarga dan harta dari gema jihad yang disuarakan Rasulullah Saw.
- Bersumpah serapah demi melepaskan diri dari beban jihad meski ia harus dipoles dengan seribu satu kebohongan.
- Menyalahkan gema jihad meski itu datang dari Alquran.
- Melihat benar dirinya jika duduk bersama dengan keluarga menikmati hasil panen dari menceburkan diri di medan perang yang tidak pasti hasilnya.
- Lebih memilih yang bersifat duniawi sementara dari yang bernuansa ukhrawi abadi.
Mengarungi medan perang bukanlah perkara remeh. Sebelum kekuatan fisik, asa perlu diasah, niat diteguhkan dan keyakinan digenggam kuat. Siap perang dalam situasi apa pun dapat menjadi ukuran dan cermin tebal-tipisnya keimanan. Yang tahu arti dan hakikat jihad di jalan Allah menyambut baik panggilan suci ini, namun yang di pikirannya hanyalah dunia, enggan menjawab panggilan ini. Jihad bagi kelompok terakhir ini tidak lain kecuali bayang-bayang kematian, kerugian dan kehancuran.
Dalam bingkai perang Tabuk yang dikemas rapi Q.S. At-Taubah 9: 38, wajah-wajah yang kalah perang sebelum bertempur tidak dapat menyembunyikan diri. Kaki mereka lebih berat dari kaki gajah, tubuh mereka kaku tidak berdaya, kehilangan akal, genderang perang seperti menyuarakan kematian yang pasti.
“Oh, perang lagi, perang lagi… kenapa pula kita yang diajak… bukankah ini musim panen, anggur dan kurma menanti dipetik. Jika bukan kami, siapa lagi, tidak mungkin anak dan istri kami yang memetik. Jika tidak segera dipetik, hasil kebun pasti membusuk. Bukankah ini kebodohan dan kegilaan yang nyata, apatah lagi perang kali ini sangatlah berat; di musim panas, perjalanan jauh dan jumlah musuh yang banyak.” Keluh mereka.
Nafas-nafas kekalahan yang lagi sesak ini dibahasakan Alquran secara lugas dengan اثَّاقَلْتُمْ. Meski ringkas, namun muatan maknanya menyiratkan seribu satu bahasa kekalahan. Ini terlihat dari struktur kalimat dengan huruf-hurufnya.
Kalimat yang asalnya dari تَثَاقَلْتُمْ yang kemudian huruf ta’ (ت) dilebur (diidgham) ke dalam pengucapan huruf tsa (ث) sehingga struktur ini perlu sisipan huruf alif (ا) sebagai media penyambung untuk menyebut huruf yang mati. Seperti rumitnya pola struktur kalimat ini dan pengucapannya, seperti itu juga rasa galau, gunda dan ketakutan yang sedang menyelimuti diri mereka dari gema jihad.
Kaki mereka seperti terpaku kuat di bumi, tidak dapat melangkah meski sejengkal. Itu karena cinta dunia dan kenikmatannya. Inilah yang kemudian membutakan hati, membuat terlena dan lupa bahwa akhirat lebih kekal dari dunia.
Makna-makna ini dikemas rapi untaian kalimat berikut ini, اثَّاقَلْتُمْ إِلَى الْأَرْضِ .
Karena kehilangan hikmah, mereka pun ditegur keras Alqur’an,
﴿أَرَضِيتُم بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا مِنَ الْآخِرَةِ ۚ فَمَا مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا قَلِيلٌ﴾.
“Hanya duniakah di hatimu, sudah tidak ada lagikah akhirat di sana? Sulit dipercaya, tetapi seperti itulah kenyataannya. Bukankah sayap lalat lebih berat dari isi dunia di sisi Allah. Dunia yang semestinya jadi kendaraan mewah Anda menuju istana akhirat, justru Anda Jadikan seperti destinasi terakhir, seakan-akan Anda tidak ingin berpisah dengannya.” Tegur keras Alquran.
Ya, karena perang kali ini sangatlah berat dan dahsyat, Alquran pun mengerasi mereka dengan kalimat-kalimat yang menyentuh.
Ini senada dengan sikap dan antusias Rasulullah Saw. Jika berita dan strategi perang seringkali ditutup dan dirahasiakan meski dari orang terdekat, Rasulullah Saw kali ini membuka lebar berita perang ini sehingga tidak ada satu pun sudut kota Madinah kecuali menguping dan mendengar.
Olehnya itu, teguran Alquran tidak berhenti di sini saja, teguran kali ini lebih pedas dan menggigit, “yang beriman di dunia bukanlah kalian seorang, di sana ada umat lain yang siap menggantikan posisi mulia Anda di barisan jihad. Jika kalian tidak keluar berjihad, boleh jadi kemuliaan ini jatuh di tangan orang lain. Bukan hanya itu, Azab akhirat pun menanti Anda.”
Karena ini pun tidak menyengat meski dengan nada tinggi, mereka pun diminta mengorek bukti sejarah, “jika kalian berdiam diri, tidak memenangkan Rasulullah Saw dengan menjawab panggilan jihadnya, cukuplah Allah penolong baginya, dan itulah sebaik-baik pertolongan. Bukankah kisah Rasulullah dan sahabat sejatinya, Abu Bakar di saat mereka dikejar-kejar kaum Quraisy yang ingin menghabisinya merupakan fakta yang tidak terpatahkan? Bukankah bala tentara Allah tidak terhitung jumlahnya? Pertolongan Allah tidak dapat diprediksi datangnya dari mana dan dengan apa. Semuanya siap memberikan pertolongan terhadap Rasul-Nya Saw kapanpun dan di manapun. Inilah kemenangan mutlak Rasulullah Saw secara maknawi yang selalu menyertainya sebelum kemenangan lahiriah yang kadang jauh dari genggaman oleh sebab-sebab duniawi seperti di perang Uhud.” Lanjutnya.
Intonasi teguran-teguran ini dari rendah ke tinggi, dari tinggi ke datar tertata rapi di kelompok ayat Q.S. At-Taubah 9: 39-40 berikut ini:
﴿إِلَّا تَنفِرُوا يُعَذِّبْكُمْ عَذَابًا أَلِيمًا وَيَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ وَلَا تَضُرُّوهُ شَيْئًا ۗ وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ ﴿٣٩﴾ إِلَّا تَنصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللَّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُوا ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا ۖ فَأَنزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُ بِجُنُودٍ لَّمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِينَ كَفَرُوا السُّفْلَىٰ ۗ وَكَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ ﴿٤٠﴾.
Meski nampak jelas volume tinggi teguran kelompok ayat di atas, namun mereka tetap saja terpaku berdiam diri di tempat, memegang khayalan-khayalan semu dan percaya desir-desir hati yang membelenggu. Olehnya itu, mereka malu di muka dunia karena ulah sendiri. Rahasia mereka menjadi rahasia umum sejak kelompok ayat ini diturunkan hingga hari kiamat.
“Seperti apa rahasia umum mereka?” Tanya Anda.
“Ternyata karena perjalanan panjang ke Tabuk yang menguras pikiran dan tenaga. Andai saja di sana ada kepingan emas atau perniagaan yang menguntungkan, tentulah mereka ikut. Olehnya itu, alasan mereka, “itu karena tahun ini musim panen,” tidak beralasan lagi. Yang ditutupi terungkap dengan jelas. Alquran memenangkan Rasul-Nya dan orang-orang beriman yang menyertainya dengan cara yang sangat spektakuler.” Jawab maknawi Alquran yang terekod di ayat berikut:
﴿لَوْ كَانَ عَرَضًا قَرِيبًا وَسَفَرًا قَاصِدًا لَّاتَّبَعُوكَ وَلَٰكِن بَعُدَتْ عَلَيْهِمُ الشُّقَّةُ ۚ وَسَيَحْلِفُونَ بِاللَّهِ لَوِ اسْتَطَعْنَا لَخَرَجْنَا مَعَكُمْ يُهْلِكُونَ أَنفُسَهُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ﴾.
Pada dasarnya, sifat yang dibidik oleh ayat ini adalah sifat kenifakan. Sifat yang senantiasa menginginkan kemenangan dan keuntungan meski dengan cara yang tidak legal. Sifat khianat yang siap memberi kesetiaan dan pengabdian jika nampak di pelupuk mata kemenangan, namun menikam kawan dari belakang jika nampak kekalahan berpihak kepadanya. Sifat yang ingin menang selalu meski kawan terluka, ingin kekal di atas meski kawan menjerit terinjak di bawah, mendambakan kebahagiaan abadi meski kawan tersisi dan terusir dari keluarga dan lingkungan. Sifat yang siap mengumbar sumpah dan janji demi meraih maslahat pribadi atau kelompok, siap menjilat ludah sendiri demi sebuah kemenangan semu. Karena itulah, kehancuran datang dari diri mereka sendiri, bukan karena faktor luar.
Dari ayat ini pula diketahui rahasia teguran-teguran keras di atas. Ya, Alquran menegur keras mereka karena ia tahu bahwa sifat malas berjihad, lebih cinta dunia dari akhirat dan ingin menang selalu meski menghabisi kawan merupakan media terdekat menuju kemunafikan jika dibiarkan berterusan dan tidak ditegur keras. Olehnya itu, teguran demi teguran yang menyengat datang menghujani.
Olehnya itu, bidikan selanjutnya Q.S. At-Taubah adalah orang-orang munafik yang ayat-ayatnya datang setelah ayat-ayat yang enggan keluar berjihad.
Mereka disifati sebagai penebar fitnah, penipu dan pemecah kata sepakat di antara muslimin. Berusaha memadamkan semangat jihad yang berkobar di hati para sahabat dengan menakut-nakuti mereka dengan kekalahan dan kerugian yang menanti di medan perang. Inilah yang kemudian direkod halus Q.S. At-Taubah 9: 46-50:
﴿وَلَوْ أَرَادُوا الْخُرُوجَ لَأَعَدُّوا لَهُ عُدَّةً وَلَٰكِن كَرِهَ اللَّهُ انبِعَاثَهُمْ فَثَبَّطَهُمْ وَقِيلَ اقْعُدُوا مَعَ الْقَاعِدِينَ ﴿٤٦﴾ لَوْ خَرَجُوا فِيكُم مَّا زَادُوكُمْ إِلَّا خَبَالًا وَلَأَوْضَعُوا خِلَالَكُمْ يَبْغُونَكُمُ الْفِتْنَةَ وَفِيكُمْ سَمَّاعُونَ لَهُمْ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِالظَّالِمِينَ ﴿٤٧﴾ لَقَدِ ابْتَغَوُا الْفِتْنَةَ مِن قَبْلُ وَقَلَّبُوا لَكَ الْأُمُورَ حَتَّىٰ جَاءَ الْحَقُّ وَظَهَرَ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ كَارِهُونَ ﴿٤٨﴾ وَمِنْهُم مَّن يَقُولُ ائْذَن لِّي وَلَا تَفْتِنِّي ۚ أَلَا فِي الْفِتْنَةِ سَقَطُوا ۗ وَإِنَّ جَهَنَّمَ لَمُحِيطَةٌ بِالْكَافِرِينَ ﴿٤٩﴾ إِن تُصِبْكَ حَسَنَةٌ تَسُؤْهُمْ ۖ وَإِن تُصِبْكَ مُصِيبَةٌ يَقُولُوا قَدْ أَخَذْنَا أَمْرَنَا مِن قَبْلُ وَيَتَوَلَّوا وَّهُمْ فَرِحُونَ﴾.
Mereka yang tidak ikut serta berjihad karena alasan konyol yang dibuat-buat, membangun masjid ad-Dhirar, masjid yang menjadi pusat kejahatan mereka untuk menghancurkan Islam, namun semuanya ini terekod rapi di Q.S. At-Taubah 9: 107-109 yang mencoreng kehormatan diri mereka di depan mata dunia.
﴿وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مَسْجِدًا ضِرَارًا وَكُفْرًا وَتَفْرِيقًا بَيْنَ الْمُؤْمِنِينَ وَإِرْصَادًا لِّمَنْ حَارَبَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ مِن قَبْلُ ۚ وَلَيَحْلِفُنَّ إِنْ أَرَدْنَا إِلَّا الْحُسْنَىٰ ۖ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ ﴿١٠٧﴾ لَا تَقُمْ فِيهِ أَبَدًا ۚ لَّمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَىٰ مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَن تَقُومَ فِيهِ ۚ فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَن يَتَطَهَّرُوا ۚ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ ﴿١٠٨﴾ أَفَمَنْ أَسَّسَ بُنْيَانَهُ عَلَىٰ تَقْوَىٰ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٍ خَيْرٌ أَم مَّنْ أَسَّسَ بُنْيَانَهُ عَلَىٰ شَفَا جُرُفٍ هَارٍ فَانْهَارَ بِهِ فِي نَارِ جَهَنَّمَ ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ﴾.
Sungguh tinggi nilai keindahan Alquran, semuanya diberi tempat dan pemaknaan yang sesuai, tidak ada korupsi makna atau tempat. Setiap kata, kalimat, bahkan huruf rida dengan tempat dan makna yang dipilihkan untuk mereka. Semuanya saling bergandengan tangan dan menyapa dalam memamerkan khazanah Alquran yang tidak pernah kering menyuguhi hakikat-hakikat ketauhidan dan kenabian.
Di penghujung tulisan ini, pemerhati ayat-ayat kehancuran diajak menyimpulkan percikan tersirat makna-makna kelompok ayat di atas:
- Perang di jalan Allah merupakan testing keimanan yang paling ampuh dalam meneropong tebal-tipisnya keimanan dalam hati.
- Kemunafikan bukan hanya dikantongi orang-orang munafik, tetapi boleh jadi menjangkiti orang-orang beriman.
- Kenifakan bukan hanya satu wajah, tetapi seribu satu wajah yang siap menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi demi meraih segenggam harapan semu.
- Selain Q.S. Al-Munafiqun, Q.S. At-Taubah menjadi boomerang yang menghujat dan membeberkan aib orang-orang munafik di mata dunia.
- Meski tidak nyata kenifakan menyatakan perang terhadap Islam, tetapi karena ia musuh dalam selimut, ia pun jauh lebih berbahaya dari kemusyrikan dan kekafiran.
Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya