Sumber Foto : Dokumen pribadi |
Manusia sekarang tambah lancar membaca dan semakin banyak
membaca. buku dibaca ,Alam Semesta Dibaca ,Realitas Sosial Dibaca ,Pikiran
Orang Dibaca ,Hati Orang Dibaca .pendek kata semua dibaca mulai alam semesta yang besar hingga bakteri kecil. yang tampak dibaca yang tidak tampak
juga dibaca.
Manusia terus merambah apa saja yang bisa dibaca. Sebab, memang manusia di ciptakan Allah Ta’ala sebagai mahluk pembaca dengan membaca itulah
manusia mengklaim dirinya menguasai Ilmu pengetahuan dan semakin maju degan
bahasa ilmu pengetahuan.dengan hasil bacaanyalah manusia makin bersemangat (baca:bernafsu)
mengelola (baca:mengeksploitasi) apa saja demi kemakmuran hidupnya
(baca:keserakahannya).
Ada satu hal yang belum disadari manusia hingga sekarang
dalam hal membaca. Manusia membaca sesuka hatinya atau menurut kehendaknya
sendiri. Manusia memang boleh bebas membaca apa saja, tapi tidak boleh membaca
dengan cara apa saja.
Demikian pentingnya cara membaca ini, sehingga ia
dijadikan sebagai petunjuk pertama oleh Allah SWT ketika menurunkan Wahyu Al-Qur’an,’’Iqra’bismi
Rabbika Alladzi Khalaq’’,bacalah dengan nama tuhanmu yang
menciptakan.(Al-Alaq[96]:1). Tuhan menyeru manusia membaca (apa
saja obyek bacaan) dengan berpegang pada nama –nama ke –Rububyahan –nya,bukan
dengan kehendak dan keinginan manusia sendiri.
Jika terjadi kesalahpahaman cara membaca tentu saja hasil
bacaannya salah atau tidak sempurna. Bisa terjadi salah paham atau salah
mempresepsi yang ujungnya salah bertindak. Ada satu contoh yang disedarhanakan
salah baca ini, yang terjadi dinegri kita, yaitu mengenai korupsi. Korupsi
adalah sebuah tindakan dari sebuah hasil cara membaca yang keliru, yaitu
membaca yang bukan miliknya. Karean yang bukan miliknya itu dianggap miliknya,
maka dengan seenaknya ia mengambil. Kesalahan membaca diperparah lagi oleh anggapan bahwa ketika ia melakukan
korupsi tidak ada yang melihat atau mengetahui perbuatanyya. Padahal, ada
malaikat yang bertugas mencatat perbuatannya itu dan ada Allah yang maha mengawasi.
Lagi-lagi disini semakin jelas kesalahan cara membacanya, yaitu ia membaca
dengan tidak menyertakan iman.
Itu salah satu contoh sedarhana tentang kesalahan cara
membaca hingga sekarang ini, yaitu manusia tidak membaca dengan menggunakan
nama-nama ke-Rububiyahan Allah Swt. Akibatnya, jangan heran jika terjadi
adalah seperti kata seorang fisikawan Austria, Fritjof Capra bahwa kerisis
besar yang dialami manusia sekarang ini adalah kerisis presepsi.
Jika kita renungkan, dalam prespektif Al-Qur’an, ternyata
manusia supra modern, yang mengklaim diri telah maju denga produk produk hasil
bacaannya (ilmu pengetahuan dan teknologi serta peradaban), masih mengandung
cacat yang amat fatal yang memerlukan perbaikan serius, perbaikan cara membaca.
Sebuah kesalahan, yang sebenarnya merupakan pelajaran amat “elementer”, karena
kesalahan tersebut berkenaan dengan ayat Al-Qur’an yang pertama kali
diturunkan. Artinya, baru saja melangkah sudah salah.
Dengan kenyataan ini, tampaknya dihadapan dunia Islam
memang masih terdapat sebuah kerja besar dan berat, yaitu mengajari kembali
masyarakat dunia bagaimana cara membaca dengan benar. Hanya saja pertanyaan,
kapan duni Islam (para pemikir dan tokohnya) mampu menggali dan menjabarkan
cara membaca yang benar itu? Kapan “Iqra’ Bismirsbbika alladzi khalaqa” digali
kedalamannya, dirambah keluasannya, ditunjukkan buktinya dan kemudian diajarkan
kepada dunia. Atau dunia Islam justru menunggu “pihak lain” yang menemukannya
dan kemudian mengajarkannya pada dunia Islam.
Pada saat kita disibukkan oleh berbagai isu yang tidak
produktif, sudah masanya kita sadar menggali bersama tema penting ini.*